Jumat, 20 November 2009

1 SMS DARIMU

Setelah mendengarkan azan ashar, HP ku berbunyi. Kulihat ada satu pesan diterima. Ketika aku membukanya, ternyata dari ibuku. Beliau mengatakan bahwa beliau merindukanku dan menanyakan kapan aku pulang kampung. Mungkin ada yang ingin dibicarakannya. Aku jadi teringat ketika aku masih tinggal di asrama, saat aku menahan rindu yang membuncah. Ketika itu aku sedang duduk di bangku SMA dan sedang bersiap-siap untuk mengikuti bimbingan belajar yang merupakan program dari sekolah. Aku menyiapkan buku yang akan ku bawa, sesekali aku memeriksa apakah buku dan perlengkapan alat tulis yang akan ku bawa sudah lengkap. Sambil menata buku kudengar suara anak-anak TPA yang sedang mengalunkan bacaan A ba ta nya dengan mikrofon. Aku tahu, suara itu berasal dari sudut desa yang ada di kota solo ini. Seketika, hatiku seakan tersentuh. Teringat semua yang telah kulalui. Teringat desaku yang dulu selalu riuh dengan alunan-alunan qira’ati anak-anak TPA yang sedang belajar membaca alQur’an, teringat dengan surau tua desaku yang dulu selalu penuh dengan anak-anak TPA yang dengan semangat akan belajar membaca alQur’an, teringat bangunan TPA yang hingga kini belum direnovasi, teringat semua hiruk pikuk lantunan alqur’an dari setiap sudut kelas yang ada di TPA, teringat guru-guru TPA ku yang tanpa kenal lelah mengajariku membaca Alqur’an hingga kini aku mampu melafalkannya, teringat teman-teman lama yang dulu kami selalu berangkat bersama menuju TPA, teringat sepeda mini merahku yang selalu kugunakan berangkat TPA, teringat bagaimana dulu aku pernah mogok masuk TPA karena ada teman sekelasku yang menjahiliku, teringat betapa bodohnya aku ketika aku tak sanggup melawan temanku yang menjahiliku, teringat orangtuaku yang dulu selalu memburuku untuk berangkat ke TPA tempatku belajar mengaji, teringat setumpuk kitab yang harus ku pelajari demi kelulusanku dari TPA, dan teringat betapa bangganya orangtuaku ketika aku lulus TPA dengan mendapatkan peringkat ke-2 seangkatanku.

Seketika aku meneteskan air mata. Perih hati ini mengingat semuanya. Seakan ingin kembali ke masa lalu, masa ketika aku masih belia dan tanpa beban, masa ketika aku sangat mencintai mengaji dan masa ketika aku sangat mematuhi kedua orangtuaku. Kini, semua telah berubah. Aku kini telah lulus dari bangku SMA dan sedang melanjutkan di bangku kuliah. Semakin besar aku semakin jarang melantunkan ayat-ayat suci Alqur’an, padahal dulu aku selalu melantunkannya setelah shalat maghrib. Aku sangat malu pada diriku sendiri. Bagaimana mungkin semakin besar bacaan Alqur’anku malah semakin memburuk. Ku pejamkan mataku sejenak. Merenungi kemerosotan kualitas diriku sendiri.

Aku kembali teringat sms ibuku, kubuka kembali dan kubacanya. Kuresapi setiap kata-katanya, dan aku pun kembali teringat orangtuaku. Orangtuaku yang dulu muda dan kuat, kini mulai melemah. Ibu yang dulu sanggup mengurus ke 5 anaknya, kini mulai mudah lelah. Ayah yang dulu adalah seorang pekerja keras dan sangat mecintai keluarga, kini sudah mulai sakit-sakitan dan tak sanggup menopang keluarga sendiri. Kakak-kakakku yang dulu selalu memanjakanku, kini sudah mulai mengurus diri mereka masing-masing. Semula aku tak bisa menerima ini, namun ini lah kenyataan. Semula aku terus menangis mengapa secepat itu waktu merubah segalanya. Begitu sulit dipahami. Sekarang semuanya bukan seperti dulu lagi. Aku kini telah tumbuh besar, dan telah memiliki tanggung jawab. Aku mulai mengurus hidupku sendiri tanpa harus semuanya kugantungkan kepada orangtuaku, layaknya dulu ketika aku masih belia. Aku menjadi tempat orangtuaku mengadu, dan aku harus bisa membantu orangtuaku menacari solusi ketika mereka mendapat masalah. Ini sungguh bukan tanggung jawab yang mudah bagiku. Namun rasa sayangku pada kedua orangtuaku mampu merubah persepsiku. Perlahan aku mulai mampu memosisikan diri untuk mengemban tanggung jawab itu. Dan aku sangat menikmatinya.

SMS dari ibu yang memintaku pulang seakan membuatku terpaku. Ada apa gerangan? Apa yang ingin beliau bicarakan? Akhirnya kuputuskan akhir pekan ini untuk pulang, demi mendengar keluhan orangtuaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar